NangunSatKerhiLokaBali – Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) yang juga selaku Ketua DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali mendorong adanya upaya yang lebih intensif dalam penanganan sampah yang hingga kini masih menjadi PR bagi Daerah Bali. Hal tersebut diutarakannya saat membuka diskusi masalah sampah bertajuk “Bukan Sekedar Memilah Tapi Mengolah Sampah Menjadi Berkah” yang digelar di Ruang Pertemuan Kantor DPD PHRI Bali, Jumat (16/8/2019).
Mengawali arahannya, Penglingsir Puri Ubud ini mengapresiasi gagasan PHRI untuk menggelar diskusi terkait penanganan sampah. Menurutnya, pelaku pariwisata sangat berkepentingan terhadap upaya penanganan sampah karena terkait dengan citra Bali sebagai daerah tujuan wisata. Lebih jauh ia mengaku ada rasa malu ketika Bali berkali-kali dinobatkan sebagai The Best Island. “Apa iya kita lebih hebat dari Kyoto atau kota-kota lain di luar sana yang dikenal bersih,” ujarnya dengan nada tanya. Ia berharap, seluruh komponen tidak terlena dengan berbagai gelar dan capaian dalam bentuk penghargaan yang selama ini sangat banyak diterima oleh Bali.
Lebih jauh Cok Ace mengurai, Pemprov Bali dengan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali saat ini tengah mengupayakan langkah nyata dalam penanganan sampah. Pria murah senyum ini menilai, ada kesalahan desain dalam penanganan sampah khususnya kawasan Sarbagita yang selama ini dipusatkan di TPA Suwung. Dari segi ketersediaan lahan, TPA Suwung yang luasnya mencapai 32 hektare memang mencukupi jika cara pengolahan sampah dilakukan secara tepat. Namun Cok Ace juga mengingatkan kalau secara kultur Bali berbeda dengan kota-kota besar yang ada di Jepang, Inggris dan lainnya yang sukses menerapkan pengolahan sampah berbasis teknologi. “Tidak bisa disamakan, Bali itu berbeda,” imbuhnya. Di negara-negara maju yang penghasilan penduduknya tinggi, sangat mudah membebankan tipping fee dalam pengelolaan sampah. Jika diterapkan di Bali, hal itu akan menjadi beban bagi masyarakat. Oleh karena itu, saat ini Pemprov Bali tengah memperjuangkan bebas tipping fee dalam pengelolaan sampah TPA Suwung yang merujuk Perpres Nomor 35 Tahun 2018 telah diserahkan kepada PT PLN. “Kita perjuangkan agar masyarakat jangan dibebani,” tandasnya.
Selain persoalan TPA Suwung yang hingga kita masih dicarikan solusi penanganan, Cok Ace juga melontarkan ide pengolaha sampah secara intensif mulai dari hulu. “Kita bangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di tingkat kabupaten atau kalau memungkinkan mulai dari tingkat kecamatan dan desa,” ujarnya seraya menyebut keberadaan TPST Desa Seminyak yang telah menjadi percontohan nasional. Cok Ace mendorong desa-desa lain, khususnya yang mewilayahi objek wisata mencontoh apa yang telah dilakukan Desa Seminyak.
Sementara itu, Ketua TPST Desa Seminyak Komang Ruditha Hartawan mengatakan bahwa kendala yang paling sulit dalam pengelolaan sampah adalah mengubah mindset masyarakat agar mau melakukan pemilahan. Namun hal itu tak membuatnya patah semangat. Melalui sosialisasi dan pendekatan, kesadaran masyarakat Desa Seminyak dalam melakukan pemilahan sampah telah menunjukkan tanda-tanda peningkatan. TPST Seminyak saat ini mengolah 149 meter kubik sampah setiap harinya yang sebagian besar merupakan sampah hotel. Dari total sampah yang masuk setiap harinya, 60 persen didaur ulang menjadi pakan ternak, kompos atau barang lapak yang bisa dijual. “40 persennya adalah residu yang kita buang ke TPA Suwung,”ujarnya. Berdiri sejak tahun 2003, saat ini TPST Seminyak memiliki omzet Rp. 130 juta-Rp. 150 juta per bulan.
#NangunSatKerthiLokaBali
#KramaBali