NangunSatKerthiLokaBalicom | Denpasar – ‘Penutupan pabrik Coca-Cola bulan Juli 2025 di Bali, yang sudah beroprasi 40 tahun Tidak ada kaitan langsung dengan kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster terkait larangan produksi air minum dalam kemasan (AMDK) ukuran di bawah 1 liter’ disampaikan Agung Gempa, ditemui di kantornya di Renon Denpasar, Rabu 18 Juni 2025.
Penutupan Produksi Coca-Cola di Bali lebih terkait dengan strategi bisnis internal perusahaan secara global dan bukan karena kebijakan pemerintah daerah.
Seperti kita ketahui bersama, Gubernur Bali Wayan Koster, telah mengeluarkan kebijakan larangan produksi dan penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) ukuran di bawah 1 liter dan didukung penuh oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Kebijakan ini bertujuan sangat mulia untuk mengurangi sampah plastik dan menjaga lingkungan di Bali, serta produsen AMDK se Bali telah sepakat untuk menghentikan produksi AMDK plastik di bawah 1 liter pada Desember 2025.
Ditambahkan ‘Agung Gempa’ seorang entrepreneur dari Jembrana, yang telah meniti karier di dunia wirausaha sejak tahun 1997. Ia dikenal sebagai penggiat dunia digital dan media sosial, pendiri PT SIMAS Bali, perusahaan yang berfokus pada Insustri IT Digital, juga pendiri LPK Garuda College dan mendirikan beberapa perusahaan industri kreatif lainnya. Ia telah membuatkan ribuan website untuk profil dan penjualan online UMKM dari berbagai sektor usaha, pula aktif melatih ribuan SDM di bidang IT Digital, dan berhasil mencetak ratusan pelaku usaha baru di berbagai sektor industri kreatif UMKM di Pulau Dewata. Ia menilai dari sisi bisnis: “Pabrik Coca-Cola di Bali tutup bukan hanya karena satu faktor, melainkan kombinasi dari beberapa penyebab, dengan perubahan perilaku konsumen menjadi salah satu pendorong utamanya”.
Ya Betul, tren era digital, akselerasi informasi kesehatan dan tren minuman sehat terus dinamis di dunia maya. Dunia digital, khususnya media sosial, telah menjadi platform utama penyebaran informasi tentang gaya hidup sehat. Konten-konten mengenai bahaya minuman bersoda, seperti risiko diabetes dan obesitas, dengan cepat viral dan menjangkau jutaan orang. Hal ini mendorong konsumen, terutama generasi muda beralih ke pilihan minuman yang lebih sehat seperti jus segar, Kopi Bali, minuman herbal lokal dan lainnya. Edukasi digital ini secara tidak langsung “menjauhkan” konsumen dari produk-produk bersoda.
Peran platform e-commerce dan layanan pesan antar makanan/minuman, konsumen memiliki lebih banyak pilihan dan kemudahan untuk mendapatkan produk. Ini memungkinkan merek-merek kecil atau lokal dengan niche tertentu untuk bersaing langsung dengan pemain besar seperti Coca-Cola dan lainnya, tanpa perlu mengandalkan distribusi fisik yang masif. Konsumen kini bisa menemukan produk unik dan sesuai preferensi mereka hanya dari rumah menggunakan ponsel, tegas Agung Gempa.
“Dumogi Niki Menjadi Pelajaran Bagi Kita Pelaku UMKM” kami tidak memberi penilaian terhadap bisnis coca cola, ini adalah pengingat bahwa di era digital, kelincahan, adaptasi, terus belajar, sinergi, kalaborasi dan inovasi berkelanjutan adalah kunci utama untuk bertahan dan berkembang, terutama bagi pelaku usaha baru dan UMKM yang ingin bersaing di pasar yang dinamis era global. (Dim-adm)