NangunSatKerthiLokaBali – Ketua Dekranasda Provinsi Bali Ny Putri Koster menyatakan, pada periode 5-10 tahun mendatang, dikhawatirkan tidak akan ada lagi tenaga penenun kain songket.
Kekhawatiran ini mengemuka, dikarenakan masyarakat Bali belakangan ini lebih memilih menggunakan produk kain bordir yang desain motifnya menyerupai motif kain tenun songket. Di mana kain bordir ini lebih murah, dibandingkan dengan harga kain tenun songket Bali yang asli.
“Padahal jika dilihat lebih jauh, tenun Bali tidak hanya jenis kain biasa. Lebih dari itu, kain tenun Bali merupakan salah satu jenis kain hasil tenunan tradisional Bali dengan proses yang unik dan klasik dengan menghasilkan item yang ‘limited edition’. Untuk itu, masyarakat Bali harus bersama-sama menjaga dan melestarikan warisan para leluhur yang adiluhung ini,” kata Ny Putri Koster saat membuka acara ‘Workshop Pelestarian Kain Tenun Songket Bali’ yang berlangsung di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar pada Rabu (10/7).
Selanjutnya, Ny Putri Koster menyatakan kegiatan workshop ini diselenggarakan atas kerja sama Dekranasda Provinsi Bali dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, untuk lebih membangkitkan eksistensi kain tenun songket Bali yang sudah mulai ditinggalkan, karena kalah bersaing dengan produk kain bordiran.
Ia mengakui bahwa minimnya minat konsumen membeli kain tenun Bali dan beralih pada kain bordir tentu akan mematikan usaha perajin kain tenun songket Bali. Untuk itu, ia mengajak para perajin maupun pelaku usaha bordir untuk menciptakan motif bordir sendiri dan tidak meniru motif kain tenun songket Bali yang sudah ada selama ini. “Sedangkan saya minta kepada para perajin, di mana untuk kain tenun songket yang ada saat ini perlu direkontruksi dan dibuat motif-motif baru, sehingga ada keragaman motif dan diminati oleh konsumen,” ujarnya.
Ny Putri Koster juga menyampaikan bahwa solusi lain yang bisa dilakukan untuk pelestaian kain songket Bali adalah para pelaku IKM kain bordir agar mendorong konsumen memakai kain bordir untuk bahan busana atau kebaya karena teksturnya yang lebih ringan, sementara kain tenun yang lebih berat dapat dipakai untuk kamen.
“Kalau kita bersama-sama melakukan hal ini, maka tentu kita bisa meningkatkan kesejahteraan para perajin secara merata, baik itu perajin kain tenun songket ataupun kain bordir,” katanya.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Imam Karana menyatakan
bahwa acara ini merupakan langkah dalam rangka menindaklanjuti Pergub Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali serta sejalan dengan visi dan misi pembangunan Bali Tahun 2018-2023, yaitu ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, melalui pola pembangunan semesta berencana dalam mewujudkan Bali Era Baru.
Berikutnya, untuk menindaklanjuti pelestarian songket Bali, pihaknya telah melakukan pembinaan kepada para perajin songket yang ada di kabupaten/kota se-Bali. Ia berharap dengan workshop ini akan lebih memacu semangat para perajin untuk lebih mengembangkan motif songket yang ada saat ini.
Dalam workshop yang berlangsung selama dua jam tersebut, diisi oleh narasumber IGM Arsawan yang merupakan perajin tenun Patra dan Nyoman Sudirta yang juga merupakan perajin songket.
#NangunSatKerthiLokaBali
#KramaBali