Pansus TRAP DPRD Bali Perketat Pengawasan Jatiluwih, Siapkan Solusi Inovatif untuk Jaga Warisan Budaya Dunia

DENPASAR, Bali – Komitmen untuk menjaga kawasan Jatiluwih, yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) sejak 2012 dan baru-baru ini menyandang predikat Desa Terbaik Dunia versi UN Tourism 2024, semakin diperkuat oleh Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali. Langkah tegas ini diambil menyikapi maraknya alih fungsi lahan sawah menjadi bangunan beton yang dinilai mengancam status WBD dan identitas budaya Bali.

Ketua Pansus TRAP, I Made Supartha, menegaskan bahwa pengawasan ini adalah upaya vital untuk mempertahankan keindahan sawah terasering yang tiada bandingannya di dunia.

“Kawasan Jatiluwih adalah aset kebanggaan yang ditetapkan UNESCO sebagai WBD. Ini adalah anugerah yang harus dijaga bersama. Jika alih fungsi lahan terus terjadi, kita berisiko kehilangan status WBD tersebut, dan itu akan merugikan kita semua,” jelas Supartha, politisi asal Tabanan yang juga Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali.

Pansus TRAP menegaskan kehadiran mereka bertujuan untuk memastikan penataan ruang yang benar dan menjaga warisan budaya, bukan untuk menghambat pembangunan yang pro-rakyat. Terkait aksi penutupan restoran yang melanggar di Jatiluwih, Pansus memberikan porsi serius dalam pengawasan.

“Sangat disayangkan jika ada aksi-aksi yang sampai membatalkan kunjungan wisatawan. Itu sama saja merusak citra Jatiluwih, dan Bali secara keseluruhan. Kami meminta OPD terkait untuk segera mengambil tindakan,” tegas Supartha, yang juga merupakan advokat senior. Ia menambahkan bahwa para pemilik restoran yang melanggar akan segera dipanggil oleh Satpol PP Bali.

Dalam langkah progresif, Pansus TRAP saat ini tengah mengkaji solusi-solusi inovatif yang berorientasi pada pelestarian sawah, mempertahankan status WBD UNESCO, dan menyejahterakan rakyat.

“Kami ingin Jatiluwih tetap menjadi ikon dunia. Sawahnya lestari, budayanya hidup, rakyatnya sejahtera,” tegasnya.

Beberapa konsep solusi yang tengah digagas meliputi:

  1. Homestay dan Kuliner Lokal Berstandar Internasional: Menata rumah-rumah penduduk menjadi homestay berstandar internasional dan mendesain restoran khas desa yang menyajikan kuliner lokal yang higienis. Pengelolaan wisata akan melibatkan penuh warga lokal, mengalihkan dominasi pendapatan dari pihak luar atau kelompok pemodal.

  2. Atraksi Wisata Edukatif: Mengembangkan wisata yang melibatkan partisipasi wisatawan dalam aktivitas pertanian tradisional seperti manyi (memanen), metekap (membajak), nandur (menanam), hingga traking di sawah.

  3. Pemanfaatan ‘Badan Sampi’ untuk Ekonomi Rakyat: Memperbolehkan pembangunan satu unit area komersial kecil berukuran 3 x 6 meter per bidang sawah (disebut Badan Sampi). Area ini didesain artistik dan akan dimiliki oleh pemilik lahan (bukan investor luar) untuk berjualan kopi, jajanan Bali, atau kelapa muda, menjadikannya sumber kesejahteraan baru bagi petani.

Pansus juga memberikan perhatian khusus kepada para petani sebagai penjaga utama bentang sawah. Langkah konkret yang direncanakan adalah pemberian insentif dan dukungan penuh dari pemerintah, seperti: Penyediaan sarana produksi (benih dan pupuk), Perhatian pada irigasi, pengenaan pajak, dan asuransi pertanian, Memperkuat sistem subak, Memperhatikan pemasaran produk pertanian, Pemberian program pemerintah yang menyentuh kesejahteraan, seperti Beasiswa Pendidikan (Satu KK Satu Sarjana) bagi pemilik lahan yang konsisten menjaga lahannya sesuai konsep Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

Langkah Pansus TRAP ini merupakan implementasi nyata dalam membangun Bali secara berkelanjutan, di mana pelestarian budaya dan lingkungan berjalan seiring dengan peningkatan ekonomi rakyat, sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat luas tentang pentingnya menjaga warisan yang berharga bagi Indonesia dan dunia.

Bagikan:

Mungkin Anda Menyukai