NSKLB, Denapasar – Di era digital yang serba terhubung, beda pendapat di kolom komentar media sosial sudah jadi pemandangan biasa. Namun, diskusi yang sehat seringkali ternodai oleh serangan pribadi yang tak relevan. Fenomena ini menjadi perhatian serius, mengingat masifnya penetrasi internet dan media sosial di seluruh dunia, termasuk di Bali.
Hingga awal 2025, data menunjukkan lebih dari 5,4 miliar orang di seluruh dunia adalah pengguna internet, dengan sekitar 5,1 miliar di antaranya aktif di media sosial. Di Indonesia, angkanya tak kalah fantastis. Dari total populasi, tercatat ada sekitar 190 juta pengguna aktif media sosial, menjadikan ruang digital sebagai “alun-alun” baru tempat masyarakat berkumpul dan beropini. Bali, sebagai episentrum pariwisata dan budaya, juga mengalami lonjakan partisipasi digital yang signifikan.
“Diskusi itu adu gagasan, bukan adu personal. Ketika argumen sudah beralih menyerang fisik, keluarga, atau hal-hal pribadi lainnya, itu bukan lagi perbedaan pendapat, tapi sudah masuk kategori pelanggaran,” tegas Agung Gempa, seorang praktisi digital Bali yang telah malang melintang di industri kreatif dan literasi digital selama lebih dari satu dekade.
Agung Gempa, yang dikenal sering memberikan pelatihan digital kepada UMKM dan anak muda, menyoroti pentingnya etika dalam berinteraksi online. Menurutnya, kolom komentar seharusnya menjadi ruang untuk memperkaya wawasan, bukan ajang untuk saling menjatuhkan.
Bagaimana cara menjaga diskusi tetap sehat? Agung Gempa memberikan tips sederhana:
Fokus pada Substansi: Tanggapi argumennya, bukan orangnya. Gunakan Data & Fakta: Hindari asumsi dan opini kosong. Jaga Bahasa: Tetap sopan meskipun tidak setuju. Kritik yang membangun tidak memerlukan caci maki. Tahu Kapan Harus Berhenti: Jika diskusi sudah memanas dan tidak produktif, lebih bijak untuk mundur.
Prinsip “Saring Sebelum Sharing” menjadi kunci utama. “Pikirkan dampaknya sebelum jari kita menekan tombol ‘kirim’. Apakah komentar kita menambah nilai atau justru memicu keributan? Tanggung jawab ada di tangan kita masing-masing,” tambahnya.
Aparat penegak hukum pun mengamini pentingnya menjaga kondusivitas di dunia maya. Pihak berwenang secara konsisten mengimbau masyarakat untuk bersama-sama menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) digital yang kondusif, mengingatkan bahwa jejak digital dapat memiliki konsekuensi hukum.
Wadah kreatif KOMDIGI BALI: Wadah Interaksi Produktif. Melihat tantangan sekaligus potensi besar ini, awal tahun 2025, Agung Gempa menginisiasi sebuah gerakan wadah organisasi kreatif baru bernama KOMDIGI BALI (Komunitas Digital Bali).
“KOMDIGI BALI merupakan wadah lintas generasi, khususnya untuk anak-anak muda Bali, untuk belajar dan berinteraksi secara produktif di dunia digital,” jelas Agung. di temui di kantornya di Renon Denpasar, 29 Juni 2025.
Tujuan utamanya adalah membangun ekosistem digital Bali yang positif. Fokusnya ada dua yaitu: Pertama Pertumbuhan UMKM: Mendorong pelaku usaha lokal untuk naik kelas melalui pemasaran digital yang efektif dan beretika. Kedua literasi Digital: Mengedukasi masyarakat tentang cara membangun narasi berkomunikasi yang sehat, aman, dan bertanggung jawab di internet.



Sebagai penutup, Agung Gempa menyampaikan pesan kuat. “Membangun daerah kita, Bali, tidak hanya tentang membangun fisik seperti gedung. Partisipasi digital kita Bersama yang sehat dan saling menguatkan adalah bagian fundamental yang tak bisa lagi diabaikan. Kebebasan berpendapat dihargai, serangan pribadi adalah batas yang tak boleh dilewati, sementara menjaga hubungan baik dan reputasi jejak digital adalah tanggung jawab kita bersama, Matur Suksma” pungkasnya. (NSKLB)