NangunSatKerhiLokaBali – Dalam Peraturan Gubernur Bali nomor 79 tahun 2018, tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali, tidak pernah melarang jenis kain atau merek kain sebagai bahan untuk busana adat Bali. Pada beberapa pasalnya hanya mengatur unsur Busana Adat Bali, Waktu, Tempat, Pengguna, Etika dan peran aktif masyarakat dalam menggunakan Busana Adat Bali.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, A.A Ngurah Oka Sutha Diana, kepada media di sela-sela acara Bali Resik di Pantai Sanur, Sabtu (21/9).
“Pergub 79 Tahun 2018 tidak pernah melarang penggunaan kain tertentu,” tegasnya. Mantan Kabag Protokol yang sudah kenyang dengan asam garamnya aturan-aturan keprotokolan ini menjelaskan bahwa dalam Pergub nomor 79 tahun 2018 yang diatur hal-hal seperti unsur Busana Adat Bali untuk Perempuan sekurang-kurangnya terdiri dari Kebaya, Kamen, selendang (senteng) dan tata rambut rapi. Untuk laki-laki sekurang-kurangnya harus terdiri atas, Destar (udeng), Baju, Kampuh, selendang dan kamen.
Cuma dalam Etika Penggunaan Busana Adat Bali harus disesuaikan dengan nilai kesopanan, kesantunan, kepatutan dan kepantasan yang berlaku di masyarakat. Ketentuan seperti ini adalah ketentuan lazim yang memang merupakan bagian dari tata krama dan sopan santun dalam kehidupan masyarakat Bali khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, imbuhnya.
Lebih jauh Agung Sutha menjelaskan bahwa dalam Surat Edaran Sekretaris Daerah nomor 528 tahun 2019 tentang Etika Penggunaan Busana Adat Bali di Lingkungan Pemerintah Provinsi Bali yang merupakan perpanjangan dari Pergub nomor 79 tahun 2018 hanya mempertegas unsur dari Busana Adat Bali, bukan melarang jenis kain atau merek kain.
Kesimpulannya bahwa semua aturan yang terkait dengan Busana Adat Bali yang ada di Pemerintah Provinsi Bali tidak pernah melarang penggunaan kain tertentu, yang ditekankan adalah nilai kesopanan, kesantunan, kepatutan dan kepantasan yang berlaku di masyarakat, pungkasnya.
#NangunSatKerthiLokaBali
#KramaBali